Rate this book

Soe Hok-Gie...Sekali Lagi: Buku Pesta Dan Cinta Di Alam Bangsanya (2009)

by Rudy Badil(Favorite Author)
4.13 of 5 Votes: 5
languge
English
publisher
Kepustakaan Populer Gramedia
review 1: Kagum saya pada sosok seperti Soe Hok-Gie. Jarang dan susah sekali menemukan orang seperti tersebut pada saat ini. Cinta tanah airnya begitu tinggi, padahal dia adalah keturunan Cina, bahkan sering dipanggil Cina Kecil. Perkenalan dengan sosok tersebut dimulai dengan perjalanan dia naik ke Gunung Semeru. Tempat yang diyakini oleh Gie adalah tempat untuk menambah rasa cinta tanah air dengan cara memahami sebuah alam yang indah dan mendekatkan diri dengan warga sekitar. Saya jadi ingat perjalanan naik ke Gunung Merbabu, bagi saya perjalanan naik ke gunung itu adalah seperti kita menjalani kehidupan ini. Hal yang ingin dicapai adalah sampai ke puncaknya, tapi setelah itu kita harus turun lagi. Hal itu melambangkan roda hidup kita selalu berputar. Kadang kita diatas dan kadang... more kita juga dibawah, kita harus siap dikedua posisi tersebut. Naik gunung juga memberi pesan bahwa kita tidak dapat hidup sendiri, kita butuh kerja sama dengan tim, ssttt.. stop dulu tentang naik gunungnya,,haha... kita lanjut dengan Gie.Gie dan Idhan meninggal di gunung tertinggi di Pulau Jawa. Sebelum Gie meninggal, Gie sempat bercanda, bawa nih bunga ini dan berikan ke cewek2 di Jakarta. Ini seperti mengisyaratkan bahwa Gie gak akan pulang lagi. Dan ternyata memang benar teman, Gie berpulang di tempat tersebut. Kekaguman saya pada Gie semakin besar saat terus membuka halaman-halaman buku tersebut, terutama semangat Gie. Gie menulis artikel yang membela kita di kamar yang berpenerangan redup dan banyak nyamuk. Gie juga menulis bisa sampai larut tengah malam, ya saat kita sedang tidur. Pribadi Gie yang selalu gelisah, selalu memikirkan rakyat benar-benar perlu ditiru. Oia, Gie juga suka pada lagu2 folk, lagu2 tentang perjuangan. Potongan lagu yang Gie suka adalah,"Nobody knows the trouble I've seen, Nobody knows mysorrow". Gie yang berumur masih muda, 27 tahun, sangat kritis bahkan tak takut mati, hanya dia takut jika dia dibuat cacat. Karena akan menjadi beban untuk orang lain. Hal yang menarik juga adalah kisah percintaannya Gie, hehehe, senyam senyum saya membaca bagian ini, bagian yang diceritakan oleh Kartini Syahrir. Namun, orang tua Kartini tidak setuju dengan Gie, setujunya sama temannya Gie, yang ternyata menjadi suami Kartini. Pokoknya rus baca bagian ini, hehe.Dan yang terakhir dari buku ini adalah tulisan-tulisan Gie. Tulisan yang kritis, yang membela kaum-kaum yang malang. Gie itu peduli banget, jika membantu orang lain dia akan lakukan dengan sungguh-sungguh.
review 2: About Soe Hok GieSoe Hok Gie (17 Desember 1942–16 Desember 1969) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969.Soe Hok Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Nama Soe Hok Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi dalam bahasa Mandarin.Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Dia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal vokal dan sekarang berdomisili di Australia.Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995).Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997).Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama.Hok Gie meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis, di puncak Gunung Semeru akibat menghirup asap beracun gunung tersebut.John Maxwell menulis biografi Soe Hok Gie dengan judul Soe Hok Gie - A Biography of A Young Indonesian Intellectual (Australian National University, 1997).Pada tahun 2005, catatan hariannya menjadi dasar bagi film Gie.____________________________________________________________________________________________________ Dari sisa ingatan dan catatan minim, mantan enam rekan (Freddy Lasut sudah almarhum) perjalanan Soe Hok-gie (27 tahun) dan Idhan Dhanvantari Lubis (20), berusaha menulis ulang kesaksian sebenarnya tragedi perjalanan pendakian ke Gunung Semeru, nun 40 tahun lalu.Aristides Katoppo (71): “Hok-gie terlalu cepat pergi, tapi kalau dia hidup dan sekarang sudah umur 67 tahun, apa dia tahan tidak bikin ribut-ribut?” Komentar Tides yang 40 tahun lalu, meminta bantuan helikopter TNI-AL untuk turun di alun-alun kota Malang, lalu ikut heli itu mengapung dan terkurung kabut tebal di kaki Semeru.Maman Abdurachman (65): “Saya mungkin shock dan dehidrasi, hingga menganggu kondisi dan stres. Tapi saya tidak kesurupan, saya sadar kok, cuma merasa badan panas sekali,” ujar Maman yang tidak trauma dan tidak melarang putrinya menjadi pendaki gunung Mapala UI juga.Herman Onesimus Lantang (69): “Saya yang memimpin evakuasi jenasah Hok-Gie dan Idhan, tentu dengan dukungan tim besar dari Malang dan Jakarta, bukan sendirian,” ujar Herman yang ketimpa sial juga. “Masih lelah dan baru masuk ke kota Malang, gua diinterogasi polisi, diperiksa dan diminta kesaksian tentang Hok-Gie dan Idhan itu bukan korban pembunuhan di Semeru.”Anton Wijana alias Wiwiek (63): “Aku satu-satunya anggota tim yang fasih berbahasa Jawa, makanya aku diajak turun duluan bareng Tides, untuk minta bantuan ke Malang dan Jakarta. Yang terjadi kemudian, ya kerja sama kemanusiaan sejati,” kata Wiwiek yang mengenang solidaritas zaman dirinya aktif di pergerakan anak-anak jaket kuning UI.Rudy Badil (64): “Saya datang, saya lihat, saya rasakan, saya pulang, saya bertanggung jawab dan saya menulis kembali kesaksian peristiwa 40 tahun lalu itu,” ujarnya, seraya menjelaskan sulitnya merekonstruksi ingatan masa 40 tahun lalu. “Salah-salah dikit, harap maklum.”---oOo---Soe Hok-Gie … sekali lagi, diharapkan menjadi buku baru sekali lagi tentang Soe Hok-gie, berisikan kisah saksi hidup pendakian di zaman awal Orde Baru. Juga saksi-saksi teman dan konco dekat Hok-gie dalam soal “buku pesta dan cinta di kampus UI Rawamangun-Salemba”, tentu juga perihal alam bangsanya yang baru menapak di zaman pembangunan – sebelum menapak ke zaman reformasi.Buku baru tentang Soe Hok-gie ini, khususnya akan memuat komentar dan telaah penulis dan pengamat “cuaca” sosial budaya politik budaya Indonesia. Rupanya ada kemiripan yang tidak sama tapi nyaris serupa, antara situasi sekarang dan 40-an tahun lalu.Ini buku tentang perilaku dan pemikiran terhadap keadaan bangsa dan negara. Sebab dari kumpulan tulisan pilihan Hok-gie, rasanya masih cocok sebagai “bumbu bandingan”, perihal politik pemerintahan, di zamannya Hok-gie sebagai penulis muda di usia di tahun 1963-1969, sampai di zaman reformasi 2009n ini.Rekan seprofesi, mantan anak-anak gerakan Orde Baru pun, masih sempat menulis tentang Hok-gie. Bukan pengamat senior saja, malah beberapa pengamat dan pemerhati yang tidak sempat berkenalan dengan Soe, ikutan menyumbangkan buah pikirannya dalam buku kecil 400-an halaman yang akan terbit khusus, di hari peringatan meninggalnya Soe dan Idhan, 16 Desember 2009 nanti.Hok-gie bukan hanya tajam menulis kritik terbuka, dia juga mampu menulis puisi alam sehalus kabut Mandalawangi. Juga pilihan puisi dan lirik-lirik lagu, menunjukkan selera kepedulian Hok-gie terhadap seni budaya manusia universal tanpa batasan.Kesetaraan, kepedulian dan kemajemukan merupakan garis besar dan haluan utama segala tulisan di media massa dengan nama: Soe Hok-gie. less
Reviews (see all)
khyle
terpukau oleh tulisan ibu kartini syahrir."saya memiliki kebebasan penuh"
naddie
Tertarik. Tertarik. Dan tertarik.
staceofbase85
speechless. i adore Gie, much!
Earnest
Inspiration
spartylover
good
Write review
Review will shown on site after approval.
(Review will shown on site after approval)