Rate this book

Sunyaruri (2013)

by Risa Saraswati(Favorite Author)
4.21 of 5 Votes: 22
languge
English
genre
publisher
OMUPRESS
review 1: Judul: SunyaruriPenulis: Risa SaraswatiPenerbit: Rak BukuTebal: 350 halamanRating: ★★★★---Sunyaruri, sebuah alam kesepian yang saat itu dirasakan Teh Risa karena merasa kehilangan sahabat-sahabat terbaiknya. Entah apa yang membuat Peter dan kawan-kawan mulai menghindar dari pertemuan dan percakapan yang biasanya sering mereka lakukan. Mungkin, kisah dari Danur dan Maddah membuat sahabat astral itu banyak dikenal orang, dikenal pembaca yang sama-sama ingin tahu dan mengenal mereka lebih jauh, menanyakan banyak hal tentang kisah masa lalu mereka yang menarik untuk disimak.William, si pemain biola itu pernah suatu kali bertemu dengan Risa, hanya sesaat tanpa percakapan yang berarti. Katanya, ia akan pergi menemui orang lain, orang lain yang juga ingin mencoba mendenga... morerkan suara biola Nouval kesayangan Will. Apa yang dilakukan Janshen pun demikian, ketika Risa berteriak memanggil-manggil namanya di sebuah gedung, Janshen mengacuhkannya, bermain riang bersama dua anak perempuan, dan hanya sekali menoleh pada Risa tanpa ocehan-ocehan yang menjadi rindu. Marianne, Hendrick, Hans, Norma, dan Peter, mereka mengabaikan Risa, memilih melakukan hal lain yang menyenangkan bila dibanding bersama setiap saat dengan manusia ikan *psst, Teh Risa itu Pisces maniak*.Apa yang dilakukan Teh Risa ketika semua sahabat-sahabatnya pergi adalah dengan mencari sahabat baru, “mereka” yang mau membagi ceritanya tentang kisah getir pahit manisnya ketika kehidupan masih menjadi takdir mereka.Gadis mungil berumur 7 tahun itu bernama Karina, seorang anak yang mempunyai watak yang menyenangkan, senyuman manis, kulit yang terang, dan gaya bicara yang tidak seperti anak sebayanya. Ain—begitu panggilannya—sangat kritis dan jeli terhadap banyak hal, sikap dewasa yang jarang dimiliki orang dewasa, namun malah menjadi alasan kekesalan dari Bapaknya.Bapak Ain adalah seseorang yang keras, ketika suatu kali Ain menginginkan boneka lucu nan imut terpajang di sebuah toko, ia merengek meminta Bapaknya membelikan boneka itu. Ketika terus-menerus Ain memaksa Bapaknya membelikan, bukan persetujuan yang Ain dapat, ia malah mendapat tamparan dan cacian benci dari ayah tirinya itu. Beberapa kali Ain mengalami hal ini, tapi tidak pernah berani ia menceritakannya pada ibunya—Sugia, bagi Ain, bapak adalah bapak, yang tetap harus dihormatinya. Tragedi itu menggariskan hidup Ain telah berakhir, Bapak terselamatkan karena pengorbanan heroik dari anaknya, anak yang bahkan bukan darah dagingnya sendiri. Ain meninggalkan semuanya, meninggalkan Bapaknya yang kejam dan Ibu yang menyayanginya, dan meninggalkan keinginan memeluk boneka yang diharapkannya itu.Mara dan Dara adalah sepasang kembar yang lahir dari rahim seorang pembantu, hasil biologis dengan majikan yang adalah seorang tentang Belanda, Tuan Lucas. Keduanya ditinggalkan ibu mereka yang merasa bahwa Mara dan Dara adalah cobaan terbesar yang pernah dialami ibunya itu. Mereka sendirian, tak tahu harus pulang kepada siapa dan ke arah mana. Hingga, kabar baik bahwa ada orangtua yang mau mengangkat keduanya sebagai anak mereka, Mama Margaret dan Papa Lois. Kedua orangtua tersebut memperlakukan Mara dan Dara seperti anak kandungnya, terlebih karena mereka tidak mempunyai kehadiran si kecil di rumah yang mewah nan luas itu. Kehadiran keduanya sempat membuat Mama Margaret khawatir akan kondisi mereka mengingat invansi Jepang yang saat itu akan menyerang Belanda mulai tersiar kabarnya, hingga semua firasat kalut itu benar-benar menjadi nyata.Pengagum hujan, Tika-lah salah satunya. Gadis yang diangkat Paman dan Bibi-nya untuk menghindari pernikahan dini sebagai tebusan atas hutang kedua orangtuanya. Ia sedikit pemberontak, kenapa harus Paman dan Bibi-nya menyelematkannya jika dengan menikah ia bisa dekat dengan orangtua kandungnya. Namun, Tika tetaplah gadis penurut, dengan cara mencuci baju tetangganyalah, Tika membantu keadaan ekonomi keluarga Pamannya. Hingga suatu hari, ketika ia bekerja mencuci di rumah indekos Bu Tia, ia berkenalan dengan seorang penghuni mahasiswa lelaki bernama Andre. Mereka saling suka, namun cinta tidak membuat Tika bahagia, rasa ketertarikan itu berbuah perlakuan jahat yang akhirnya membawanya pada takdir kematian.Cinta tapi beda kembali hadir dalam Sunyaruri, Eljsa dan Djalil yang menuang kisah dalam Cerita Kertas dan Pena. Elsja adalah seorang gadis Belanda yang tumbuh, berkembang, dan menjalani kehidupan sedari kecil bersama Djalil, anak seorang pembantu wanita di rumah keluarga Netherland tersebut. Semua berawal dari persahabatan kecil, saling membantu, saling menolong. Hingga ketika umur mereka beranjak dewasa, perasaan aneh itu muncul di keduanya. Tidak tahu harus dengan cara apa mereka bisa bersatu karena ternyata Mama dan Papa Eljsa tidak menginginkan cerita cinta itu ada. Eljsa dikurung, di dalam kamarnya bahkan di ruang bawah tanah. Bukan tanpa alasan orangtuanya mengurungnya, mereka tahu akan kabar invansi Jepang yang membombardir Belanda agar pergi dari negeri jajahannya. Eljsa sendiri, ditemukan mati dalam keadaan mengenaskan, ia pergi dengan rasa luka dan dendam kepada orangtuanya, dendam akan perasaan cinta terhadap Djalil dan dendam mengapa mereka tak lagi hadir ketika Eljsa terpuruk.Ada banyak kisah lain tentunya yang membangun Sunyaruri. Larung Hara dan Sepasang Sayap Kecil Annete adalah kisah Risa dengan “mereka” yang baru. Sebagian, Teh Risa juga menceritakan akan rasa rindunya terhadap kawan-kawannya, dan sebuah rahasia akan terkuak hingga mengakhiri dari trilogi ini, Danur—Maddah—Sunyaruri. Lalu, apakah cerita rahasia itu? Baca selengkapnya di Sunyaruri.***Aku berniat menyelesaikan review ini karena pengin segera mengemas keempat buku pinjaman ini dan dikembalikan kepada pemiliknya, Teh Dyah. Yah, tapi sepertinya gagal, karena review baru selesai ditulis sebelum aku berangkat Senin pagi *abaikan intermezzo ini*.Sunyaruri adalah alam kesepian, dan aku pernah merasakannya. Aura yang terkandung dalam katanya pun, seolah-olah menyatakan bahwa ada sepi disana, ada rasa luka, ada rasa rindu, dan kenangan yang membuncah. Lagi-lagi, Teh Risa membawaku ke dalam dunianya yang saat itu gelap, gelap dari cerita-cerita lucu dari kelima sahabat kecilnya, sunyi.Aku tidak pernah berpikir bahwa dengan membaca Danur dan Maddah, Peter dkk menjadi seterkenal itu. Mungkin saja kan ada orang yang memanggil-manggil nama mereka sebelum tidur, minta diceritakan kisah paling menyeramkan, dari “mereka-mereka” secara langsung. Aku juga tidak pernah berpikir bahwa aku bisa memanggil “mereka”, ya kalau boleh aku ingin meminta Ivanna sajalah, aku ingin menjerit bersamanya. Tapi, suatu kali memang pernah sih aku bertemu dengan Samantha, dia yang pernah diceritakan Teh Risa dalam buku Danur.Judul dan ilustrasi yang diberikan memberikan aura yang sama, tidak menakutkan, tidak mistis, namun membuat kesan misterius, termasuk cover bukunya. Ah, aku baru sadar kenapa Teh Risa membawa aquarium kecil itu, dia kan si manusia ikan juga, Pisces maniak. Beberapa kali sempat menemukan typo, tapi nggak masalah. Kalau boleh dibilang, dari dua buku terbitan Rak Buku ini, aku suka penataan di Sunyaruri, ukuran hurufnya tidak sekecil di buku Maddah, dan penulisan surat menggunakan jenis huruf yang berbeda namun tetap bisa dibaca, lain dengan Maddah yang kadang aku juga merasa kesulitan membacanya. Hanya saja, kadang spasi antar paragraf kurang sinkron, ada yang terlalu rapat, tapi nggak jarang ada yang kejauhan *nggak sejauh Anyer-Panarukan, kok*.Hm, pada akhirnya Sunyaruri menutup trilogi Story of Peter and Friends ini, kita mungkin nggak akan lagi membaca dan mendengar cerita mereka. Biarlah Teh Risa asyik dengan dunianya, biarlah kita puas dan merasa cukup dari tiga buku ini, dan biarlah Peter cs menjadi milik Teh Risa seorang, agar ia tak lagi sendiri dari keramaian dunia. Percaya tidak kalau Teh Risa menulis kisah romantis? Ananta Prahadi-lah jawabannya :)
review 2: Saya merupakan salah seorang penggemar tulisan Risa Saraswati, yang menurut saya memiliki kemampuan menarasi secara apik dengan sentuhan melankolis. Gaya bahasanya sederhana, namun ceritanya memiliki daya magnet yang kuat. Setidaknya, itulah yang membuat saya rajin membeli Danur, Maddah, dan sekarang Sunyaruri, begitu buku-buku tersebut terbit.Sayangnya, apa yang saya rasakan saat membaca Danur dan Maddah tidak hadir di sini. Sunyaruri buat saya terasa seperti masuk ke alam kosong, tubuh tanpa nyawa. Cerita-cerita di dalamnya seakan mengulang banyak kisah dari buku-buku sebelumnya, tanpa banyak penambahan dan bumbu baru. Mungkin formula yang sama seharusnya mampu menarik perhatian saya, karena toh kisahnya yang adiktif yang membuat saya betah membaca sejak awal. Tapi di sini, beberapa kisah serasa menjemukan untuk saya.Awal hingga akhir merupakan surat dan semacam jurnal dari penulis untuk para sahabatnya yang hilang. Diselipkan dengan kisah mengenai teman-teman baru Risa, dan diakhiri dengan surat panjang. Kita tidak tahu akhir dan awal kejelasan kisah tersebut, dan Risa mungkin sengaja membiarkannya demikian. Apakah kita akan dapat membaca lanjutannya, entahlah, sebab Risa pun menulis inilah terakhir kali ia melakukannya.Dari segi cerita, saya paling menyukai cerita Ain/Karina, yang lebih modern. Beberapa yang mengganggu saat membaca adalah metafora dan frasa yang berlebihan, seperti seseorang mengucurkan 'ribuan air mata', yang menurut saya too much untuk menjelaskan tangisan seseorang. Banyak inkonsistensi lain yang diulang-ulang, sedikit banyak menunjukkan kekurangmatangan dari segi riset maupun editing. Selain metafora di atas, ada juga deskripsi tangisan tanpa suara yang tiba-tiba dijelaskan sebagai isakan (yang berarti tangisan tersedu?) dan keanehan yang saya rasakan dalam bahasa yang digunakan oleh karakter yang notabene adalah warga Indonesia atau Belanda pada jaman penjajahan. Banyak dari mereka menggunakan bahasa modern dengan 'nggak' dan ungkapan-ungkapan lain yang hanya relevan sekarang. Menurut saya, karakter dalam dialog dan narasi seharusnya bicara dengan suara yang otentik. Selain itu, setiap narasi dari karakter yang sifatnya jauh berbeda terdengar sama dan tak dapat dibedakan - pada dasarnya, suara yang bercerita lewat sudut pandang pertama adalah suara penulis, dan suara itu tak hilang bahkan saat mengadopsi karakternya.Di luar itu, saya menemukan banyak ketulusan dan beberapa keindahan dalam cara bercerita, yang sejak awal merupakan kekuatan penulis. Saya masih akan terus menantikan karya-karyanya, itu pasti :) less
Reviews (see all)
enya
dalam, tak perlu banyak hal yg dikeluarkan untuk menunjukkan kesepian dan kesunyian
domcsicica
Disarankan untuk penggemar cerita misteri.
luvtheme2330
sedikit membosankan buat saya. maaf.
eleanna
yang serem jadi sedih :"
moni
I love this book !
Write review
Review will shown on site after approval.
(Review will shown on site after approval)
Other books by Risa Saraswati