Rate this book

Tiga Manula Jalan-jalan Ke Pantura (2012)

by Benny Rachmadi(Favorite Author)
4.01 of 5 Votes: 5
languge
English
genre
publisher
Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
review 1: Tiga manula memulai perjalanan mereka mencari Tingal, desa kelahiran Waluyo. Liem beserta kawan-kawannya, Sanip dan Waluyo memulai perjalanan mereka menyusuri jalur Pantura menuju ujung pulau Jawa. Berbagai warna kehidupan, sosial dan kulinernya ditonjolkan di buku ini. Benny dengan cerdasnya menggabungkan humor dan sejarah yang ada ke dalam komik tiga manula jalan-jalan ke Pantura membuat saya tidak henti-hentinya menahan suara tawa, supaya tidak mengganggu pembaca sebelah (saat itu baca di toko buku.. ups).Tapi saya masih kangen komik-komik Benny dan Mice yang dulu, terutama lost in Bali.
review 2: Baca komik ini membuat saya teringat dengan jalan-jalan yang saya lewati kalau pulang kampung ke Yogyakarta. Sebenernya sih Jogja bukan kampung saya, itu kampung e
... moremak saya. Saya anak metropolitan yang nggak punya kampung halaman ini cuma ngaku-ngaku saja. HeheheeJalur favorit yang biasa dipakai kalau mau ke Jogja adalah lewat pantura. Menyusuri Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang, Weleri, Magelang, lalu Jogja (ada yang ketinggalan ya, udah lupa nih soalnya... ingetnya kalo lagi mudik aja xD). Salah satu kesukaan saya di jalan adalah ngeliatin kotanya, dan nebak-nebak plat nomer itu dari mana.AD: Klaten, Solo, Wonogiri, dan sekitarnyaAA: Magelang, Semarang, Kebumen, dan sekitarnyaE: Cirebon, Indramayu, dan sekitarnyaAE: Madiun, Ngawi, Ponorogo, dan sekitarnyaZ: GarutD: BandungSaya bukannya apal sih, soalnya beberapa ada yang nyontek juga dari om Wiki xpYang jelas, tebak-tebakan plat nomor kayak gini tuh seru banget dan bikin perjalanan jadi lebih oye... #apasehSetiap kota juga punya ciri khas masing-masing. Kalau lewat Indramayu, yang saya ingat adalah bau amisnya dan udara kering khas pantai. Lewat Cirebon itu panas, kalau Brebes, yang paling saya ingat adalah jalanannya yang super jelek bikin saya gujlak gajluk di dalam mobil. Apalagi kalau lewatnya malam, di jalanan panjang yang sebelah kanannya kali, sebelah kirinya sawah itu, plus lampu yang minim, aduhai... ajib banget... Cuma terakhir saya lewat Brebes, jalannya sih udah mulus. Baguslah kalau begitu :)Salah satu hal yang menyenangkan untuk dilihat di jalan adalah makanan khas tiap daerah yang berubah-ubah. Ada getuk goreng, sate bebek, mi nyemek, dawet item, tapi sayangnya lagi-lagi saya lupa itu daerah mana aja, dan saya terlalu malas untuk cari di mbah gugel.. hehehee Tapi yang jelas perubahan makanan itu adalah hal yang menarik untuk dilihat.Lalu, bagaimana dengan isi komiknya?Komiknya sendiri berkisah tentang tiga orang kakek norak dari tiga etnis yang berbeda di Indonesia, yaitu Waluyo, Sanip, dan Liem. Mereka menyusuri Pantura demi menemukan kampung halaman Waluyo. Kok pake ditemukan? Emangnya harta karun? Iya, soalnya mbah Waluyo yang pikun-pikun-norak-medit ini lupa dimana letak kampungnya. Yang dia ingat, dia cuma berasal dari Desa Tingal aja.Dan, dimulailah perjalanan mereka menyusuri Pantura, melewati jalan-jalan yang sudah saya kenal dan hampir setiap tahunnya saya lewati. Makanya, beberapa hal di buku ini terasa intim bagi saya... #tsaaahh bahasa lo tik...Misalnya saja ketika mereka ke objek wisata Cibulan di Kuningan. Saya ingat ketika SD dulu pernah kesana bersama sepupu-sepupu saya. Berenang di sebuah kolam besar yang ada banyak ikan di dalamnya. Katanya ikannya itu ajaib. Jumlahnya tak pernah kurang dan tak pernah lebih. Kita juga nggak bisa dengan mudah menangkap ikan itu. Tapi saya baru tahu, setelah baca komik ini, kalau katanya ikan-ikan itu dulunya adalah prajuritnya Prabu Siliwangi.Lalu ada Alas Roban, yang horor itu. Saya ingat, dulu saya pernah mudik bareng dengan keluarga buesar saya dari Jakarta. Ada kakak-kakak sepupu, bude, keponakan, bahkan tetangga yang ikut juga xD. Kami menyewa mobil elf, dan berangkatlah beramai-ramai ke Jogja. Pulangnya, kami melewati Alas Roban yang legendaris itu. Keponakan saya, yang masih SD, duduk di pinggir jendela. Tentu nggak ada masalah kalau lewatnya siang-siang, karena setidaknya cahaya matahari akan mengurangi kengerian hutan itu. Tapi waktu itu kami lewatnya sudah malam, bahkan mungkin menjelang tengah malam. Lalu tiba-tiba... keponakan saya ketakutan! Dia bilang ada kakek-kakek berbaju putih di luar jendela yang ngikutin dia. Hhhiii... untung aja dia di luar doang, nggak pake masuk ke dalam mobil. Mungkin juga karena mobilnya udah penuh, karena selain bawa banyak orang, mobil juga dipenuhi dengan banyak sekali bawaan... Biasa deh, ibu-ibu... kalo pulang ke kampung, mulai dari asem, gula jawa, dan segala macemnya sampe sendok sayur juga dibawa pulang ke Jekartah.Sebenarnya sih yang tempat yang familiar hanya sampai Pekalongan saja, karena biasanya dari sana kami ambil jalur ke bawah, menuju Kebumen. Soalnya, bapak saya dari Kebumen, makanya kadang sekalian silaturahmi dengan keluarga disana. Lewat Semarang hanya sekali saja, itupun langsung kapok karena macetnyaaa naudzubillah... -,-Tapi setelah baca komik ini, saya jadi kepingin banget menyusuri Pantura sampai benar-benar ke ujungnya. Pasti asyik sekali, menikmati pesona Pulau Jawa dari dalam mobil. Lalu, dimanakah Desa Tingal itu? Mampukah para kakek-kakek tua bangka ini menemukannya? Jawabannya ada di mbah gugel... hahahaaBtw, buku ini saya dapatkan cuma seharga 25 ribu rupiah saja! Memang ada cap "broken"-nya sih, tapi alhamdulillah nggak ada halaman yang kurang.. :") Lucky!! less
Reviews (see all)
averygrl05
ada beberapa lokasi yang digambar Benny membangkitkan kenangan. Ada yang indah ada yang buruk.
cookie
Sama kayak bukunya Benny Rachmadi lainnya: sukses bikin ketawa. :D
lora1234
numpang baca di TM
Write review
Review will shown on site after approval.
(Review will shown on site after approval)