Rate this book

Rumah Kopi Singa Tertawa (2011)

by Yusi Avianto Pareanom(Favorite Author)
4.09 of 5 Votes: 5
languge
English
genre
publisher
Banana
review 1: Rating memang bukan ukuran dari segalanya. Gambaran besar, mungkin tepat. Gambaran seutuhnya, saya rasa bukan. Saya seringkali memberi empat atau lima bintang untuk buku-buku tertentu yang bukan jadi 'cangkir teh' saya. Alasannya beragam. Sebagian besar karena buku-buku itu berhasil meyakinkan saya bahwa ia pantas mendapatkan rating di atas rata-rata yang biasa saya berikan. Rumah Kopi Singa Tertawa salah satunya. Rasanya saya sudah mencoba mencari buku ini sejak tahun lalu. Namun ternyata baru dipertemukan dengannya beberapa waktu lalu melalui tangan murah hati, Mas Syafiq Segaf, pegiat komunitas Klub Buku Surabaya. Hal yang menarik dari buku ini adalah diferensiasi. Jika bagus saja dikatakan belum cukup, Yusi Avianto berhasil menemukan formula untuk menjadi berbeda, namu... moren tetap merasa nyaman dengan menjadi dirinya sendiri. Pemilihan tema, cara penyampaian yang humoris - cenderung satire, menjadi ciri khas dari Rumah Kopi Singa Tertawa. Di antara kisah-kisahnya, penulis berhasil menampilkan kesan kuat. Kritik-kritik sosial yang disampaikan sempat membuat saya bertanya-tanya. Apakah gaya menulis Yusi memang demikian, atau justru ia terlalu 'gemas' dengan isu yang diangkat, hingga berdampak pada karyanya. Bukankah ketika masalah terlalu sulit untuk menemukan jalan keluar, terkadang kita justru memilih untuk menertawakannya? Ada detail-detail informasi yang penulis selipkan pada cerita. Misalkan saja, pada kalimat ini : "Yang pasti, sejak sejak obrolan soal Yahudi itu ia mulai berupaya menghindari bercakap-cakap dengan Aya lebih dari sepuluh detik seperti halnya Hemingway berusaha keras menghindari pemakaian kata sifat dan juru masak yang baik menghindari monosadium glutamat." (hal. 41)Kecerdasan penulis pun mudah saja ditangkap. Misalnya pada cerpen pertama, "Cara-Cara Mati yang Kurang Aduhai" Yusi Avianto justru membuka dengan kisah nyata yang terjadi pada seorang terpidana mati kasus pembunuhan di Amerika Serikat tahun 2002. Ia baru menampilkan korelasi antara informasi itu dengan kisahnya sendiri kemudian. Yusi tepat meletakkan informasi. Kecerdasannya dalam menggali informasi diimbangi dengan kemampuan perkiraan akurasi jumlah dan penempatannya.Penulis sering melakukan ledakan-ledakan cerita di paragraf-paragraf akhir. Selain baik dalam pemilihan tema cerita, penulis juga sangat dinamis dalam cara penyampaian (saya jadi sekilas teringat dengan cerpen-cerpen Seno Gumira). Bisa jadi itu yang membuat pembaca terus ingin menenggak kisah-kisah di buku ini hingga habis. Namun saya justru agak kehilangan cara penyampaian yang seru itu di beberapa cerita terakhir. Seperti anak laki-laki nakal yang tanpa lelah berlari dan tertawa di awal, tiba-tiba ia kehilangan sebagian energinya di akhir. Seusai membaca kumcer ini, mungkin tak ada yang tertawa karena kisahnya yang satire, atau justru meluapkan amarah layaknya singa karena tersindir. Rumah Kopi Singa Tertawa justru membuat bertanya-tanya, apa yang ada dalam kepala sang penulis?
review 2: Awalnya tiap kali saya ditanya siapa penulis favorit saya, rasanya sulit sekali bagi saya untuk menjawab. Namun setelah saya membaca Rumah Kopi Singa Tertawa, saya gak akan menunggu pertanyaan selesai dilontarkan untum menjawab. Saya jatuh cinta sejatuh-jatuhnya dengan Yusi Avianto Pareanom.Penulis ini sanggup menimbulkan berbagai macam perasaan saat saya membaca tulisan-tulisannya. Senang, sedih, ngenes, geregetan, semua bercampur jadi satu. Seluruh cerita dalam buku ini memiliki kesan tersendiri, terutama cerita yang berjudul Dua Cerita Pendek Tentang Punakawan yang ditulis tanpa menggunakan titik. less
Reviews (see all)
Samanthachampion
"Sengatan Gwen" really turned me off.
eggreader
hemmmmm...
Isabel123
240 - 2014
Write review
Review will shown on site after approval.
(Review will shown on site after approval)