[Review] Someday – Winna Efendi | Blue Hood.

​Judul: Someday

Penulis : Winna Efendi

Penerbit: Gagas Media

Editor: Gita Romadhona

Jumlah Halaman: viii + 400 hlm; 13 x 19 cm

ISBN: 978-979-780-887-7


Blurb

Kepada pembaca,

Cerita ini tentang seorang perempuan muda yang sederhana, dengan mimpi besar dan harapan yang besar pula. Berperawakan tomboi, dengan penampilan yang biasa saja. Dengan kehadirannya dia membawa kesepian, dan meskipun bersikeras tidak percaya pada cinta, ia menyimpan keinginan yang besar untuk menemukan sesuatu, atau seseorang, yang membuktikan sebaliknya.

I find a little bit of everyone of us in her. Ini adalah kisahnya dalam mencari, menemukan, juga merasakan kehilangan. Namun lebih dari itu semua, ini adalah ceritanya dalam menemukan jati diri, serta apa yang benar-benar diinginkannya. Bahwa tidak semua yang kita harapkan dapat berjalan sesuai keinginan. Bahwa terkadang, kita jatuh dan terluka. Terkadang kita menempatkan hati pada orang yang salah.

But it’s okay; maybe not today, but someday.

Lewat sekeping ceritanya, saya ingin percaya bahwa suatu hari semuanya akan baik-baik saja.

Salam,

Winna Efendi


The Book

Jatuh cinta itu merepotkan. Merepotkan dan menyakitkan. — Hal. 10

Menurutku, Blurb sendiri enggak membuat aku berimajinasi sama sekali tentang isi/konflik dari novel ini. Namun saat aku telisik sekali lagi, aku menyadari bahwa, novel ini mengenai seseorang—Chris—yang tidak percaya pada cinta dan jatuh cinta pada orang yang salah.

Satu kalimat dalam Blurb; Terkadang kita menempatkan hati pada orang yang salah.

Dan saat aku membuka halaman-halaman pertama, aku menemukan Chris yang bersahabat dari kecil dengan Milo. Friendzone? Aku kira juga seperti itu, apalagi diperkuat dengan Milo yang suka sama orang lain. Jadi aku menebak bahwa Chris jatuh cinta kepada Milo namun ia menampik perasaan itu karena Milo suka dengan orang lain.

Lalu saat Chris bertemu dengan seorang cowok yang menatapnya intens, di arena perlombaan renang di sekolahnya. Aku merasa novel ini nggak ada kaitannya dengan ‘frienzone’ dan ternyata, cerita ini, nggak semainstream itu. Cerita ini bukan tentang friendzone. Itu aku sadari setelah terus menerus membaca tanpa henti.

Cerita ini lebih kompleks dengan segala aspek yang membuat aku selalu menahan napas tanpa sadar, menutup buku saat aku tak kuasa menahan rasa yang timbul saat membaca.

Ketika berenang, hanya ada aku dan air, dan pikiran-pikiran kosong. — Hal. 96

Chris suka sekali berenang, apalagi menenggelamkan diri. Baginya menenggelamkan diri adalah wujud pelarian baginya.

Dan, siapa sosok cowok misterius itu? Dia adalah Art.

Saat pertama kali melihat Art, ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Entah kenapa, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda pada Art, namun aku menampik pikiran negatif itu. Menurutku, mungkin karena dari pertama aku suka dengan karakter dari Milo.

Tapi, pikiran negatif itu tetap datang. Sampai akhirnya di pertengahan cerita aku menutup buku itu dan menghembuskan napas perlahan, karena tanpa sadar aku menahan napas.

Kenapa aku menahan napas? Kalian harus baca sendiri karena aku gak mau spoiler.

Lalu ada satu kutipan di buku seperti ini;

Orang-orang yang sama-sama pernah terluka akan dengan mudah saling mengenali, lalu saling tertarik. — Hal. 81

Orang-orang itu adalah Chris dan Art. Mereka punya kesamaan yaitu sama-sama terluka oleh kedua orangtuanya.

Chris yang mempunyai orangtua yang tidak harmonis saat mereka tahu bahwa Colin—adik Chris—mempunyai sindrom yang membuatnya berbeda dari kebanyakkan anak seusianya.

Sedangkan Art? Ia tidak mau membuka apa yang membuatnya terluka, namun aku yakini bahwa, luka itu teramat dalam. Sangat dalam.

Karena luka itu pula membuat keduanya terikat.

Jika cinta memang cukup kuat untuk hadir diantara mereka sejak awal, mengapa begitu mudahnya cinta itu berjalan pergi?  — Hal. 29

Menurut gue, orang yang paling banyak tertawa justru adalah orang-orang yang tersedih di dunia. — Hal. 151

Mungkin karena kesamaan itu, mereka seperti tahu apa yang pasti mereka rasakan. Art tahu persis apa yang Chris rasakan begitu pula sebaliknya.

Dan, Chris meyakini bahwa, dua orang yang terluka pasti bisa mengobati luka satu sama lain.

Tapi, bagaimana jika luka tersebut malah semakin lebar dan perih?

Review

Saat kalian membaca Someday, pasti kalian akan membenci Art. Aku yakin itu. Namun, aku malah menyukai Art, apalagi saat tahu apa luka Art tersebut.

Menyukai sekaligus mengasihani.

Novel ini benar-benar membawaku mencari, menemukan dan merasakan kehilangan seseorang. Walaupun dia hanyalah tokoh fiksi bernama Art.

Art yang eksplosit, misterius, dan sulit di tebak.

Aku juga suka dengan persahabatan antara Chris dan Milo. Walaupun ada ‘jarak’ masing-masing sehingga mereka berjauhan tetapi mereka tetap saling merangkul saat kesulitan.

I love Milo, but Art…sosok paling terkenang di buku ini.

Novel ini, memakai sudut pandang Chris, yang sangat aku suka ialah, aku jadi tahu apa yang persis Chris rasakan saat melihat kedua orangtuanya, kedekatannya dengan Milo dan juga Art.

Cerita ini bener-bener rekomen buat kalian, sedihnya tuh dapet banget. Moral valuenya juga ada.

Dan oh ya, ada yang sudah menonton film posesif di bioskop? Dan, entah kenapa aku seperti menonton film Someday disana. Keposesifan Yudhis di film posesif hampir sama dengan Art, lalu Lala di film posesif yang baru pertama kali jatuh cinta dan juga seorang atlet renang di sekolahnya sama seperti Chris, membuat aku merasakan persamaan yang dalam pada film itu.

Atau cuma aku yang merasakan persamaan itu?

Terimakasih kak Winna Efendi telah memperkenalkan aku dengan sosok Chris, Art dan Milo. Aku menjadi belajar suatu hal yang berharga dalam hidup bahwa semua akan baik pada akhirnya, semua akan indah pada waktunya.

But it’s okay; maybe not today, but someday.


4 stars to Someday.

Advertisements Bagikan ini:
Like this:Like Loading... Related