RATING : ★★★★☆
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2011
Harga : –
Jumlah Halaman : 392 Halaman
ISBN : 978-979-22-6647-4
Stories :
“Jadi, siapa yang udah bikin lo nangis waktu itu? Angga bukan? Kok gue belum denger pengakuan elo nih?” tanyanya, menciptakan desir hawa dingin yang membuat tubuh Tari menggigil
Bengkaknya mata Tari hari itu membuat Ari jadi penasaran, sebenarnya apa hanya karena Ari menghapus nomor Ata ataukah ada sebab lain, ataukah karena Angga.
Sementara Tari yang mulai nyaman dengan Ata yang sifatnya sangat bertolak belakang dengan Ari, merasa menemukan pengganti Angga dan makin merasa aman dengan Ata. Tari pun curhat panjang lebar dan menjadikan Ata ‘sandaran’ untuknya.
Ari yang menyadari siapa saingannya sekarang, semakin mencak-mencak. Dia memutuskan memberi tahu Tari sesuatu rahasia.
Baca kisah mereka selengkapnya di “Jingga dalam Elegi” !
Something (+) and (-) From “Jingga dalam Elegi” :
Menunggu setahun untuk sekuel Jingga Series ini tidak mengecewakan. Beberapa konflik yang ditinggalkan penulis di dalam buku sebelumnya, terjawab di dalam buku ini meskipun beberapa diantaranya masih disisakan untuk buku selanjutnya (yes masih ada buku selanjutnya).
Plot twistnya cukup mengejutkan, menarik. Lagi lagi kemampuan mendeskripsikan detail tidak perlu diragukan lagi. Sehingga dengan mudah dapat membangun perasaan ‘terkait’ antara pembaca dan tokoh.
Aku lebih menyukai Jingga dalam Elegi dibanding buku sebelumnya. Karena dalam buku ini pribadi Ari tanpa ‘tameng’ digali lebih dalam, sehingga aku merasa lebih dalam mengenal karakternya, bikin terikat kayak mau tahu apa yang terjadi sama dia dan apa yang dia rasain. Hehe.
Tidak menemukan kekurangan apapun di dalam bukunya selain perasaan greget karena lagi lagi bukunya menyisakan konflik baru !
Quotes :
“Bukan berarti gue selalu mencoba untuk lupa atau selalu mencoba untuk lari. Kalo lagi kecapekan aja. Sayangnya gue lebih sering kecapekan daripada enggak” (Hal 160)
Gue cuma minta bisa bahagia. Terserah Tuhan mau gimana bentuknya. Mau tanpa alasan juga nggak apa-apa (Hal 160)
“Hidup itu… cuma bisa nyanyi satu macem lagu aja. Elegi.” (Hal 161)
Ari adalah hati yang penuh dengan retakan. Dia adalah senyum yang dibaliknya tangis telah menunggu begitu lama untuk bisa keluar (Hal 225)
Empati. Jangan dijawab kalau itu semakin melukai. Terpuruklah kalau memang batas akhir kekuatan itu di sini. Karena untuk hal-hal itulah seorang kawan dihadirkan (Hal 300)
Tuhan menegur umat-Nya dengan banyak cara. Dengan banyak cara juga Dia mengetuk kekerasan hati mereka dan meminta untuk memaafkan satu sama lain (Hal 305)
Karena jika tidak mampu untuk ikhlas, luka hati adalah kegelapan dan amarah adalah pedang (Hal 384)
♣ tiaraorlanda ♣
Advertisements Share this: