The Da Vinci Code, siapa yang tak kenal film tersebut. Tetapi bukunya? saya yakin pembaca bukunya tidak sebanyak penonton film-nya. Bahkan tidak banyak juga penonton tersebut yang mengetahui penulis novelnya, Dan Brown.
Dan Brown merupakan seorang mistery writer dengan berbagai riset di dalamnya, yang terkadang membuat kita dibingungkan antara fakta dan fiksi. Organisasi, sekte, kultus, maupun perkumpulan lainnya adalah nyata, fakta, tetapi alur cerita yang timbul entah fakta maupun fiksi. Sebagai seorang novelis misteri dengan berbagai rahasia, saya rasa novel ini sangat cocok untuk penggemar seri detektif, seperti Sherlock Holmes, namun dengan sedikit kasus pembunuhan.
Beralih ke salah satu novelnya yang dipublikasikan tahun 2009 yang lalu, The Lost Symbol (TLS), saya merasa dibuat sangat kesal. Ya, kesal karena di setiap chapter-nya selalu menimbulkan rasa penasaran.
Secara umum, TLS menceritakan tentang sebuah rahasia kebijakan kuno yang disembunyikan oleh kelompok persaudaraan Mason (Freemasonry). Freemasonry merupakan sebuah kelompok persaudaraan yang cukup terkenal, berkat hasil arsitektur megah dan penelitian jeniusnya. Sebuah piramida menjadi objek utama dalam novel ini, yang diyakini menyimpan rahasia tersebut.
Seperti biasa, tokoh sentral dalam novel ini adalah Roberts Langdon, seorang profesor yang sangat ahli dalam simbol, entah dalam bentuk kode maupun anagram. Langdon membawa novel ini menjadi sangat hidup, menceritakan berbagai rahasia dan pesan tersembunyi dalam lukisan maupun benda seni lainnya. Dan ia tahu bahwa benda seni khas dari kelompok Freemasonry adalah gedung-gedung yang menjulang tinggi di Amerika.
Alkitab menjadi dasar pemikiran dan penarikan kesimpulan, sekaligus koreksi dalam pemahaman atas benda-benda seni nan rahasia tersebut. Meskipun saya tidak bisa memahami Alkitab, namun ada satu hal yang sama dari novel ini dengan agama saya, Hindu. Hal ini menyebabkan saya mulai terhasut dengan kata pokok sekaligus dasar utama cerita dari seluruh dunia,
Kebenaran atas kedasaran universal
Tuhan merupakan sebuah rahasia yang dicari oleh semua manusia, dan salah satu simbol yang hilang pada piramida tersebut akan mengungkapkan menganai kaidah Tuhan dan berbagai kebijakan-kebijakan yang disembunyikan oleh misteri kuno.
Konsep mengenai Tuhan inilah yang menghubungkan Hindu dengan Alkitab. Tuhan merupakan sebuah kebenaran dan kesadaran yan dimiliki oleh manusia, dan diri kita sendiri adalah Tuhan itu. Seperti yang diatas, begitu pula yang dibawah. Seperti Pencipta, begitulah ciptaan-Nya.
Konsep dasar ini adalah konsep mengenai Atman. Tuhan menciptakan manusia dilengkapi dengan percikan kecil diri-Nya yang memberikan manusia jiwa, akal, dan pikiran untuk menjalani hidup. Percikan dari Tuhan yang dikenal dengan Atman menjadikan manusia sebagai Bhuana Alit (alam semesta yang kecil), sedangkan dunia atau Tuhan merupakan Bhuana Agung. Seperti yang diatas, begitu pula yang dibawah.
Pencarian Tuhan akan menghubungkan manusia dengan pencarian jati diri, mengenal percikan Tuhan yang ada dalam diri sendiri. Pada akhirnya, tujuan dari hidup adalah menyatukan percikan ini kembali ke pada sumbernya, yang dikenal dengan istilah Moksa. Pengertian ini sama artinya dengan Apotheosis, yanng diartikan diangkat sebagai tuhan, tapi pengertian metafora tersebut dapat diartikan sebagai menyatukan serpihan dari Tuhan yang ada dalam diri kita sendiri, melalui proses pencerahan (Apocalypse).
Novel ini lebih dari sekedar teori. Novel ini membawa sebuah refleksi diri akan keutamaan manusia di dunia, serta tujuan hidup manusia. Dasar-dasar sains dan rahasia yang ada di dunia dapat diketahui seperti dalam pencarian Tuhan, yaitu dimulai dari diri sendiri.
Advertisements Share this:seperti yang di atas, begitu pula yang dibawah