Book Review : Hate List by Jennifer Brown

Sabtu sore… ketika yang lain siap-siap malam mingguan.. si ade baru beres nangis dan langsung nongkrong depan laptop untuk menumpahkan semuanya.. tsahh…

Eh tapi jangan berprasangka macem-macem, nangis nya bukan karena apa-apa tapi karena habis namatin sebuah Novel karya Jennifer Brown yang berjudul Hate List. Astaga, ga sangka sih saya sampai nangis.. udah ditahan sesesek apapun pas baca eh tetep aja mewek..

So, tentang apa sih Hate List itu?

Sebelumnya saya pernah membaca Novel tentang pembunuhan dan bunuh diri dan yah Hate List sama seperti itu namun dengan sudut pandang penokohan yang berbeda. Mungkin kalian pernah membaca Thirtheen Reason Why yang menceritakan tentang alasan seseorang bunuh diri dengan sudut pandang orang yang bunuh diri atau Underwater tentang gadis yang menjadi korban penembakan di sekolahnya dan bergulat mengalami trauma?

Hate List menceritakan tentang kejadian penembakan massal yang dilakukan oleh pacar seorang gadis SMA dan mengambil sudut pandang sang gadis yang ikut menjadi “korban” dan tuduhan “tersangka”. Uhmmm seperti apa ya kisahnya…

Sinopsis

Paperback, 368 pages

Published October 2017 (first published September 1st 2009)

Original Title : Hate List

ISBN13 9786026682017

Edition Language : Indonesian

Valerie adalah seorang gadis sma biasa yang memiliki pacar, Nick, yang sangat ia sayangi tak hanya itu ia juga dikelilingi oleh sahabat yang ada disisinya. Tapi menjadi seorang remaja biasa yang tak popular dengan penampilan yang “kurang menarik” ternyata tidak semudah kelihatannya.

Val dan Nick kerap menerima Bully-an dari berbagai remaja dan gank popular disekolahnya “Garvin High” belum lagi keadaan keluarganya yang tidak rukun membuat Val ,dibantu Nick, ingin menuangkan semua kekesalan yang mereka hadapi melalui sebuah catatan yang berisikan daftar orang-orang yang mereka benci.

Pada awalnya Val berpikir itu hal yang biasa, ia hanya menjadikan daftar itu sebagai luapan kekesalan. Namun, semua berbeda ketika Nick tiba-tiba menjadikan daftar tersebut sebagai sasaran yang harus ia “hukum” dengan tangannya sendiri. Dengan bantuan sebuah pistol Nick menembaki orang-orang di Garvin High secara membabi buta dengan puncak nya Nick menembak dirinya sendiri.

Sementara Val yang begitu terkejut berusaha menghentikan itu semua dan juga ikut menjadi sasaran tembak. Val selamat, tapi penghakiman dari semua orang dan tuduhan sebagai dalang mengisi hari nya. Lalu bagaimana dengan kehidupan Val selanjutnya? Mampu kah ia bertahan dalam situasi tersebut?

“sekolah tidak bisa memutuskan apakah aku ini pahlawan atau penjahat, dan kurasa aku tak bisa menyalahkan mereka. aku sendiri sulit menentukannya” – hal 10

 

Review

Sejak pertama membaca novel ini, saya sudah merasakan aura depresi yang begitu mendalam. Ah… pikir saya ketika itu… kesedihan lagi.. trauma lagi.. padahal belum lama ini saya juga baru menyelesaikan sebuah novel yang juga menceritakan tentang trauma “The Way I Used to Be”.   Tapi saya penasaran akan seperti apa novel ini, mengingat sudut pandang yang diambil begitu unik.. “Pacar dari pembunuh”

Sang penulis menggunakan alur maju mundur dalam mengisahkan berbagai kejadian di Garvin High. Kita diajak berada di masa kini untuk mengetahui bagaimana Val mengalami penghakiman dan trauma pada dirinya. Tapi kita juga diajak untuk mengetahui proses demi proses saat penembakan terjadi.. hanya itu? Tidak…

“Aku mulai menyatukan potongan-potongan itu. Nick, Pistol. Ledakan. Jeritan. Otakku masih bergerak perlahan, tapi mulai menambah kecepatan. Itu tidak masuk akal bagiku. Namun setelah dipikirkan lagi, mungkin saja. Kami pernah.. entah bagaimana membicarakan hal ini” hal 90

Kita juga diajak untuk mengetahui seperti apa Nick sebelum kejadian itu terjadi.. seperti apa Nick dimata Val..

Penulis juga memasukan berbagai artikel pemberitaan yang seolah dituliskan oleh sebuah surat kabar. Jadi kita tidak hanya diajak untuk mengerti apa yang Val pikirkan tapi juga diajak untuk mengetahui bagaimana penilaian Publik melalui Surat Kabar.

Jujur saya ikut merasakan depresi dengan penghakiman yang diterima Val. Disatu sisi saya mengerti, tidak perlu lah kita semua munafik, semua orang pastilah mempunyai orang-orang yang tidak kita sukai. Apalagi jika melihat alasan apa yang membuat kita membenci orang itu… ah,,, inilah kenapa saya membenci bully-ing.

Dalam setiap kejadian dan tindakan… pastilah ada alasan dibaliknya.

Sedih memang kenapa Nick harus mengambil tindakan itu… tapi apakah orang-orang yang menyudutkan Nick paham, bahwa andaikan mereka berlaku baik semua ini juga tidak akan terjadi?

Dan saya luar biasa marah dan emosi terhadap keluarga Val. Seharusnya orang tua adalah benteng terakhir yang melindungi anaknya, yang menjadi sahabat dan pendengar terbaik. Yang mendukung dari samping dan mendorong dari belakang. Yang memahami anaknya apapun yang terjadi. Dan oh my God.. melihat perlakuan orang tua Val membuat saya ingin menjerit sekencangnya..

Entah apa yang akan saya lakukan jika menjadi Val.. tidak hanya penghakiman dari luar yang harus ia terima, tapi penghakiman dari keluarganya pun harus ia terima.

“waktu tidak akan pernah habis, Seperti selalu ada waktu untuk kesedihan. akan selalu ada waktu untuk penyembuhan. tentu saja”

Tapi.. jika melihat dari sisi korban dan teman-teman nya tidak mengherankan juga jika mereka menghakimi sepihak..

Yah.. bingung kan? Yang pasti salut dengan sang penulis yang mengajak saya ikut merasa tertekan dan tersakiti! Ikut berteriak dari dalam dan meneteskan air mata! Astaga.. padahal dari awal saya berusaha menahan sedemikian rupa untuk tidak menangis.. tapi ternyata pada akhirnya saya tetap menangis..

Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari Novel ini, dari sisi orang tua, teman, guru, media, lingkungan sekitar dan Val sendiri…

Yang pasti jangan lah berlaku tidak adil pada orang lain, berusaha lah mendengar apa yang ada didalam hati dan pikiran orang lain. Karena kita tidak tahu seperti apa yang mereka kira dan pikirkan kan? =]

Advertisements Share this:
Like this:Like Loading... Related