Review Buku #73 – Love Letters to the Dead (2014)

I wish you could tell me where you are now. I mean, I know you’re dead, but I think there must be something in a human being that can’t just disappear. It’s dark out. You’re out there. Somewhere, somewhere. I’d like to let you in.

Bagaimana jika kamu terus merasakan bayangan orang yang sudah meninggal di pikiranmu? Bagaimana jika rasa bersalah terus menghantui jalan hidupmu sejak perginya orang tersebut?

Ketika May, kakak perempuan yang sangat Laurel cintai meninggal, hidupnya menjadi gelap dan tidak seperti dulu lagi. Sejak perginya May, kondisi keluarga Laurel juga semakin tidak baik. Mereka seperti berada dalam dunianya sendiri. Ayahnya tidak bersemangat dan jika sedang tidak bekerja, ia lebih banyak di rumah. Laurel tidak nyaman melihat ayahnya yang terlihat lemah seperti itu. Laurel membenci ibunya karena pergi jauh ke California. Ia merasa seperti ibunya menyalahkan kematian May padanya karena Laurel tidak pernah menjawab setiap ibunya bertanya tentang malam dimana May meninggal.

Dulunya, Laurel dan May sangat dekat dan tidak terpisahkan. Di mata Laurel, kakaknya tersebut adalah sosok perempuan yang cantik dan sempurna. Di mata Laurel, May sangat bersinar dan bisa apapun. Namun sejak orang tua mereka bercerai, May berubah dan Laurel takut jika ia mengeluh, May akan benar – benar menjauh darinya. Kemudian saat May meninggal, Laurel memutuskan untuk membuang sikapnya yang selalu bersembunyi dan beralih mengikuti sikap May. Laurel ingin merasakan bagaimana hidup May di tingkat SMA. Dimulai dari memakai pakaian May yang minim dan terbuka hingga mencoba merokok dan mabuk untuk pertama kalinya.

It makes me think about everything there is to lose as you grow up. It makes me wonder if there was no one to look out for you. Or if there was and they just turned away for a moment.

Laurel tidak perlu merasa tidak nyaman dengan pandangan orang – orang sekitarnya. Karena di sekolahnya yang baru, yang jauh dari lingkungan lamanya, tidak ada yang tahu tentang masa lalunya. Perubahan drastisnya itu membuat Laurel berteman dengan Hannah dan Natalia. Meskipun mereka sudah Laurel anggap sebagai sahabat dekat, tapi Laurel tidak mau bercerita tentang dirinya yang mempunyai kakak yang sudah meninggal. Laurel khawatir sahabatnya itu akan pergi meninggalkannya jika tahu tentang kisahnya.

Kemudian ada satu pria yang membuat dinding di hati Laurel roboh. Laurel selalu memperhatikan Sky sejak awal masuk sekolah dan ajaibnya pria itu juga menyukainya. Pria yang entah kenapa bisa Laurel ceritakan tentang keluh kesahnya, bahkan cerita tentang May. Tapi ada satu hal yang tidak bisa ia ceritakan pada Sky, tentang kejadian sebenarnya saat kematian May.

Laurel mencintai Sky, namun ia takut jika Sky tahu tentang rahasia aslinya, pria itu akan meninggalkannya. Tapi Sky juga sakit dan tidak kuat karena tidak bisa mengatasi masalah Laurel. Mereka tidak bisa bersama jika pikiran Laurel terus melayang entah kemana dan selalu mencari keberadaan May.
Meskipun satu orang pergi jauh, bukan berarti hidup orang yang ditinggal langsung berhenti. Apa Laurel bisa menerima hal itu dan menemukan kebahagiaannya?

But life isn’t like that. You can’t be sure how it’s going to come out, even if you do everything right. They turn around on you, lives do.

Ceritanya berhasil menyentuh dasar hati gue. Tentang hidup yang hancur saat ditinggal orang yang disayangi. Banyak kalimat yang indah dalam cerita ini. Banyak pelajaran dan arti hidup yang membuat gue berkaca pada diri sendiri. Kekhawatiran dan kegelisahan dalam pikiran Laurel mencerminkan masalah yang sering terjadi pada realita sosial. Membuat gue membayangkan jika nasib yang menimpa Laurel terjadi pada gue. Well, gue tahu hal tersebut akan terjadi di hidup semua orang, tidak terkecuali gue. Tapi setelah membaca ini, gue jadi berpikir lebih awal dan banyak menimbang ini itu.

We were here. Our lives matter.

Ini adalah buku yang bagus dan luar biasa bagus. Debut yang tidak bisa dilewatkan. Gue serius.

Advertisements Share this:
Like this:Like Loading... Related