Siblings Series #10: Those Fireworks

by risequinn

Part of [Self-Challenge] Siblings Series

NCT’s Mark with OC’s Alecia Lee

Family, Life | ±500 words | 13

I just own the plot and OC!

Prev : #1 Cooking Class | #2 Lockscreen | #3 Biking Time | #4 Dinner Time | #5 Blessed Sister | #6 Of Hopefulness and Basketball Game | #7 Taxes Dating | #8 His Suits | #9 A Cup of Hot Chocolate

.

Mark membuang napas dengan keras.

Seharian ini, ia begitu lelah dengan kegiatan-kegiatan di sekolah. Bahkan, jam pulangnya mundur hingga tiga jam dari biasanya lantaran ia harus mengikuti latihan teater mendadak. Beruntung, sesampainya di rumah, ia tidak menemukan batang hidung Alecia di mana pun. Sebab, jika gadis itu muncul di depannya, sudah bisa dipastikan bahwa Mark tidak akan segera mengistirahatkan diri seperti sekarang.

Mark menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang seraya merenggangkan otot-ototnya. Ia tersenyum puas dan segera memejamkan matanya. Bungsu Lee itu betul-betul kelelahan, hingga baru saja memejamkan mata ia sudah nyaris menjemput mimpinya.

Namun tahu-tahu, suara keras kembang api membuatnya terjaga lagi. Mark berdecak. Disusul suara-suara letupan kembang api yang lain—yang rupanya disulut dekat dengan jendela kamarnya.

Mark segera bangkit berdiri. Ia membuka jendelanya dengan geram dan melihat Alecia sedang menyulut satu kembang api lain sembari cekikikan sendiri. Kembang api itu dilempar ke bawah jendelanya dan meledak tak lama kemudian. Bukannya merasa bersalah karena sudah membuat wajah Mark tampak memerah karena marah, Alecia justru tergelak senang karena berhasil menjahili adiknya lagi.

“Ayo, main kembang api!” serunya pada Mark.

Namun, Mark tidak mau peduli. Ia menutup kaca jendelanya, kembali ke ranjang, dan menelungkupkan wajahnya di bawah bantal. Tidak mau ikut kegiatan kekanakan yang kakak perempuannya tawarkan.

Tapi sekali lagi, bunyi kembang api menyusupi gendang telinganya. Rupanya, Alecia tidak mau menyerah juga. Mark dapat mendengar, mungkin kakaknya itu sedang menyulut kembang api yang lebih besar, karena bunyi ledakannya bukan lagi di bawah jendelanya melainkan menuju ke langit malam.

Mark sudah hilang kesabaran, ia keluar dari kamarnya dan segera menuju pekarangan samping rumah untuk menghentikan perbuatan Alecia.

“Kak, mengganggu tahu! Aku lelah, mau tidur.” tandasnya, merebut korek api Alecia dan membuangnya ke rerumputan.

“Payah sekali sih, Mark!” balas Alecia, ia mengeluarkan satu korek api lain dari dalam saku coat-nya. Mengambil sebuah kembang api kecil, dan menyerahkannya pada Mark—meminta adik bungsunya itu memegang kembang api tersebut.

Mark yang mendapat perlakuan serba tiba-tiba itu, hanya bengong seraya memerhatikan kakaknya yang tengah menyulut sumbu kembang api. Dengan gerakan reflek, ia mengarahkan benda itu ke atas dan beberapa bunyi ledakan kecil terdengar tak lama setelah itu.

“Kak, aku betul-betul sedang tidak mau main!” protes Mark.

Namun kini, Alecia juga tak mengindahkan protesnya. Ia menancapkan sebuah kembang api cukup besar di tengah-tengah pekarangan, dan menyulutnya tidak lama kemudian. Kembang api itu meluncur ke langit, meledak dan menampilkan titik-titik indah di sana.

Melihat itu, tahu-tahu bibir Mark menyunggingkan senyum tipis. Entah bagaimana senyum itu bisa terbentuk, padahal sebelumnya ia sempat marah-marah pada sang kakak lantaran sudah mengganggu waktu istirahatnya. Mungkin, Mark hanya merasa senang melihat kembang api warna-warni yang menghiasi langit malam ini.

“Senang? Sudah hilang lelahnya?”

“Tidak juga.”

Mark melirik ke samping dan mendapati Alecia sedang nyengir ke arahnya. Gadis yang kerap dipanggilnya dengan sebutan ‘nenek sihir’ ini sontak merangkul bahu Mark dan memukulinya dengan keras, membuat Mark harus meronta-ronta minta dilepaskan dari cengkeramannya.

Kegiatan pukul-pukulan itu lantas berhenti begitu suara bantingan jendela kayu dari rumah sebelah menyentak keduanya. Bibi bertampang masam yang menggunakan roll rambut di poninya serta masker putih yang tampak seram, muncul dari balik jendela itu dengan memicing tajam ke arah dua kakak beradik tersebut.

“Alecia Lee! Mark Lee! Diam dan berhenti bermain kembang api, atau kalian akan kuterbangkan bersama kembang api itu nanti!”

Mendengar itu, Alecia dan Mark buru-buru ngacir secepatnya dari pekarangan samping dan masuk ke dalam rumah. Mereka kemudian terkikik-kikik geli begitu menjatuhkan diri di atas sofa ruang tamu.

O, ya ampun, mereka lupa jika punya bibi tetangga yang galaknya bikin keder. Tahu begitu, tadi mereka menjatuhkan kembang api kecil-kecil ke bawah jendelanya saja biar bibi itu makin berang.

.

.

fin.

Advertisements Share this:
Like this:Like Loading... Related