Rate this book

Jangan Tulis Kami Teroris (2011)

by Linda Christanty(Favorite Author)
3.68 of 5 Votes: 2
languge
English
genre
publisher
KPG
review 1: Konflik Lokal, Pesan UniversalLinda Christanty kembali meluncurkan kumpulan karya jurnalisme sastrawi melalui buku ’Jangan Tulis Kami Teroris’. Sebelumnya, pada 2008 lalu, Linda meluncurkan karya serupa dengan judul ’ Dari Jawa Menuju Atjeh’. Melalui ’Dari Jawa Menuju Atjeh’, Linda disebut berhasil menampilkan karya yang merekam dengan baik tentang konflik gerakan pemerdekaan Aceh. Ia memperoleh banyak penghargaan karena buku itu. Jika dibandingkan, kedua buku ini sebenarnya masih memiliki tema utuh yang sama. Tentang dampak konflik yang sangat tidak sehat. Tentang diskriminasi yang bertolak dari kapitalisme, komunisme, terorisme, fasisme dan neofasisme. Hanya saja pada ’Jangan Tulis Kami Teroris’, Linda bukan hanya bercerita tentang konflik Aceh saja. Seb... moreagian tulisan sudah jauh melaju dari Aceh. Linda menampilkan tulisan hasil perjalanan liputannya ke Malaysia, Thailand hingga Kamboja. Alhasil Linda menampilkan pesan-pesan universal melalui konflik-konflik lokal yang terjadi bukan hanya di Aceh, Indonesia tapi juga di beberapa negara lain. Dari 14 tulisan yang terangkum dalam buku itu, ada cerita tentang pemerintah Malaysia yang menetapkan beberapa kebijakan yang menguntungkan Bumiputra (sebutan untuk orang Melayu di Malaysia). Salah satunya kebijakan diskon lima persen untuk pembelian rumah. Namun tak ada diskon sama sekali untuk orang non Melayu, seperti Tionghoa dan India yang juga amat banyak menjadi warga Malaysia. Kebijakan yang diambil untuk melindungi suku asli Melayu itu menimpulkan dampak sosial pada masyarakat.Ada pula liputan dari perjalanan Linda ke Kamboja berjudul ’Tahun Nol di Kamboja’. Dari tulisan itu terlihat bagaimana amat buruk dampak dari konflik pada masa Khmer Merah yang bermula dari perang Antar Amerika, Vietnam dan Kamboja. Bertahun-tahun setelah konflik, dampaknya belum reda. Di sebuah desa Phum Chon masih terlihat banyak warga berkaki puntung karena ranjau darat sisa konflik. Diperkirakan dari 12 juta ranjau darat di Kamboja, baru tiga persen saja yang dijinakkan. Namun, agaknya tulisan seputar konflik Aceh akan lebih menarik perhatian pembaca. Bukankah konflik di negara sendiri menjadi sesuatu yang patut diperhatikan agar tak terulang? Di Aceh, konflik karena upaya pemerdekaan Aceh yangg diusahkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memang dinyatakan usai setelah perjanjian Helsinky beberapa tahun lalu. Tapi nyatanya masih ada gejolak yang teredam. Dampak masih ada di masyarakat. Dendam masih tertanam. Misalnya pada tulisan berjudul ‘Markaz Al Ishlah Al Aziziyah’ yang mencertikan tentang semacam asrama yang menampung anak-anak yatim korban konflik itu. Pendiri markas, Bulqani membina anak-anak untuk menghilangkan dendam akibat dari tewasnya orang tua mereka karena konflik. Bulqani mengatakan anak-anak yang muda, di bawah 10 tahun masih bisa dibina untuk tidak mendendam. Tapi pada anak yang lebih dewasa ingatan hitam akan trauma orang mereka yang tewas membekaskan dendam yang susah dihilangkan. Lalu mengapa buku ini berjudul ‘Jangan Tulis Kami Teroris?’. Kalimat tersebut merupakan judul sebuah tulisan di dalam buku tentang sebuah Dayah (sejenis pesantren) di Aceh yang disebut-sebut sebagai markas pembinaan teroris. Linda menulis : Salah seorang dari duet jubah putih itu menghampiri mobil kami dan bertanya-tanya dengan suara keras pada Tu Nazir yang sudah memegang kemudi. Pipinya agak tembam. Brewokan. Matanya nyalang. Tu menjawab tenang, “Ini wartawan mendengar dayah kalian dituduh sebagai sarang teroris. Dia ingin tahu apa benar atau tidak.”Khairul menghampiri lelaki berjubah putih yang tadi bicara pada Tu. Entah apa yang dikatakannya. Saat keduanya sedang terlibat percakapan, mobil bergerak menuju jalan raya. Tak berapa lama terdengar lantang orang-orang berjubah, “Jangan tulis kami teroris! Jangan tulis kami teroris!
review 2: saya gak sengaja nemu buku ini di gramedia, diantara berbagai macam buku mengenai sosial dan politik di indonesia... and i am very happy to have made that discovery... tadiannya lagi liat2 "notes from qatar", tp pas baca2 dikit, kok nuansanya nggurui banget ya... jd, pindah perhatian ke buku2 lama... buku ini sangat mudah dibaca... mungkin karena topiknya menarik perhatian saya... mungkin karena cara penulisannya teramat "engaging"... it was just a good package... befriending me on my trips across traffic-laden jakarta roadways... :Dlinda menulis mengenai pengalaman2nya, mengenai perjalanan2nya... informatif, insightful, dan tidak bersifat menggurui... ngalir aja...saya sangat suka dengan artikel2 mengenai kehidupan orang2 aceh pasca-tsunami, pasca-perjanjian perdamaian... kehidupan orang2 mantan gam... orang2 fundamentalis yang membuat aceh "menyeramkan"... orang2 yang berusaha utk maju, dan melupakan masa lalu yang pahit dan penuh darah...on the way home, i'm stopping by gramedia to get other books by linda... :D less
Reviews (see all)
ambriss
Jangan sebut kami fatalis..:D
kermode
narasi yang hidup.
Ana
lagi mulai dibaca
Caitlin
1070 - 2012
Write review
Review will shown on site after approval.
(Review will shown on site after approval)