Judul: With or Without You
Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Gagas Media
Jumlah Halaman: 233
ISBN: 9789797808617
Harga: 57.000
Rate: 5 out of 5
“Ever since I’ve meet her, any good things happen.”
Menikahi seseorang tidak semudah itu. Begitu banyak rintangan, meski kau sudah yakin dia-lah orangnya. Itulah yang dialami Tulip. Tunangannya, Grisha Sayaka, ialah lelaki pelupa yang menjabat sebagai seorang supervisor di sebuah perusahaan stationary, meskipun passion-nya ada di bidang kepenulisan terkhusus genre-genre ‘gelap’.
Gris pernah memposting tulisannya di situs menulis online meski tidak selesai karena masalah pelupanya. Selama ini, penghasilannya sangat lebih dari cukup, bahkan untuk mengirimi ibunya uang setiap minggu. Karena itu pun, Gris sangat yakin untuk menikahi Tulip, perempuan yang menjadi tunangannya.
Gris bersikeras, untuk sepenuhnya menanggung tugas mencari nafkah, dan sama sekali tidak ingin Tulip ikut-ikutan bekerja. Karena Gris tahu, perempuan itu tidak suka bekerja dibalik layar komputer. Mimpinya adalah menjadikan kesenian quilt-nya layak untuk dijajarkan dalam pameran.
“Kadang-kadang, kita nggak bisa hidup bahagia di dunia ini cuma dengan cinta.”
Masa lalu Gris yang tidak tega melihat ibunya bersusah payah menghidupi mereka semenjak ayahnya tidak lagi mampu, dan juga kehidupan Tulip yang serupa, membuat lelaki itu sangat berat hati ketika dirinya dipecat dari pekerjaan. Untungnya, Tulip tidak begitu saja meninggalkannya.
Perempuan itu begitu sabar menemani Gris mencari pekerjaan baru, terkadang menawari untuk bekerja kembali, yang tentunya berulang kali ditolak Gris. Ibu Tulip juga tidak memperbolehkan perempuan itu untuk menanggung beban finansial. Bahkan, meminta Gris untuk mengundur waktu pernikahannya. Mereka berdua terus berusaha, sembari berharap akan ada keajaiban yang datang.
“…ketika kita berpisah dengan orang yang sangat dicintai, akan muncul luka sangat parah yang menganga di hati, yang tidak akan bisa diobati kecuali kalau kita kembali kepada orang itu.”
Kehidupan Tulip sedikit dipersulit oleh keberadaan Lala, sepupunya yang bermasalah, yang menyebabkannya harus mengantar gadis kecil itu ke psikolog berkali-kali. Belum lagi, masalah permintaan Gris untuk menunda pernikahan mereka, bahkan meminta Tulip untuk mencari lelaki lain jika Gris tak kunjung menemukan pekerjaan, kerap membuat pikirannya terganggu.
“…orang yang saling mencintai nggak akan berjuang sendiri-sendiri.”
Suatu waktu, di sebuah restoran. Seorang pria berpakaian nyentrik mendatangi Tulip dan menitipkan sebuah buku karya Edgar Allan Poe. Flynn namanya. Anehnya, dia mengetahui permasalahan pasangan itu, dan meminta Gris harus membaca buku itu.
Ketika akhirnya Gris membaca, ia menemukan secarik kartu nama yang memandunya kepada seseorang bernama Willhelm Beauvoir, beserta misteri-misteri tentangnya, yang menuntut untuk terus dipecahkan. Dan nantinya, akan mengubah kehidupan Gris dan Tulip untuk selamanya.
“‘Mencintai selamanya’ tidak sama dengan menyakiti diri sendiri untuk selamanya…,”
First Impression
Biar aku jelaskan terlebih dahulu mengapa aku membeli buku ini tanpa membaca dan mencari tahu apa sinopsisnya, tentang apa cerita ini. Satu alasannya: Prisca Primasari. Aku sudah menggemari karya-karyanya sejak lama. Ada satu kesamaan yang kudapatkan dari karya-karyanya; kehangatan. Atau apapun itu yang menyentuh hatiku. Beberapa kali aku merasakan hal serupa ketika membaca karyanya yang lain, bahkan ada yang sampai menitikkan air mata, contohnya ketika membaca Evergreen.
Aku membaca novel ini tanpa harapan apa-apa, karena pun aku tahu ada penulis favoritku yang bahkan pernah tidak kusukai salah satu karyanya. Namun ketika membaca With or Without You, semua terasa begitu mengalir.
Writing Style
Gaya penulisan Prisca yang agak-agak rumit memang bahasanya. Bukan, bukan rumit dalam artian jelek. Tapi entahlah, aku nggak bisa menjelaskan secara mendetail. Yang pasti, gaya penulisan ini mungkin sampai aku tua pun nggak akan bisa saya tiru. Elegan banget, mirip-mirip buku terjemahan tapi nggak kaku.
Apalagi dialog-dialognya pun sangat oke. Mulai dari jokes, dialog yang quote-able, lalu dialog-dialog menyebalkan milik si Flynn itu, semuanya dapat aku nikmati dengan baik.
Meet The Hero/ine
Untuk karakternya, aku berani bilang cukup kuat. Bukan untuk dua karakter utama; Gris dan Tulip. Aku nggak begitu membayangkan mereka karena menurut saya mereka so-so. Gris lelaki biasa, sangat suka menulis, agak-agak pelupa, tubuh kurus tapi proporsional, rambut rapi.
Oh ya! Gris adalah pecinta film dark comedy-mystery Tim Burton dan karya-karya Edgar Allan Poe, membuat semua tulisannya berbau horor. (Dan Aku sangat suka tentunya, apalagi kalau ingat film-film Tim Burton, meski bukan penggemar berat, aku suka!)
Sementara Tulip, perempuan cantik dan baik hati yang pandai memasak. Sangat, sangat feminin. Menyukai keindahan khas cewek-cewek, menyukai membuat quilt. Sedikit banyak saya menangkap Tulip ini seperti pembersih kekacauan yang dibuat Gris. Yah, hidupnya biasa saja, ditambah lagi dengan nggak bekerja dan hanya membantu ibunya yang memiliki usaha katering dirumah. Yang menarik perhatian adalah… Side character-nya! Jan Beauvoir, Flynn, Wilhelm Beauvoir, serta Kirana.
Jan Beauvoir, pemilik rumah seseram kuburan tetapi siapa yang sangka, isi rumahnya sangat identik dengan warna-warna perempuan. Lalu Flynn, pria yang suka memakai syal berlapis-lapis, tingkahnya agak aneh, dan cenderung slenge’an, kalau kamu tahu Kapten Jack Sparrow atau Mad Hatter? (Entahlah aku nggak banyak punya referensi film seperti itu meski suka.)
Nah, di bayangan aku, Flynn gayanya mirip-mirip mereka berdua. Kemudian ada Wilhelm Beauvoir, pria paruh baya bertampang aristokrat dan bermata biru. Sangat dingin dan mampu membuat siapa pun akan tunduk dibawah perintahnya.
Dan Kirana, seorang wanita dengan pembawaan yang hangat dan ramah, hobi memasak bahkan ketika kali pertama Gris dan Tulip datang kerumahnya, mereka sudah disuguhi berbagai macam makanan enak seakan mereka adalah tamu negara.
Kalau Kirana, di pikiranku seperti Evie dalam The Hunger Games, atau yang lebih lembut lagi, White Queen dalam Alice in Wonderland. Sungguh, kemunculan mereka-lah yang paling aku tunggu-tunggu dalam setiap bab cerita ini (so sorry, Gris & Tulip). Mereka sangat unik, bahkan aku ingin Prisca memberikan mereka spotlight tersendiri dalam karya-karya beliau selanjutnya. :))
What I Like The Most
Kisah With or Without You sebenarnya sangat sederhana. Tentang pasangan yang sedang diuji, apakah mereka akan tetap melangkah di jalan yang sama? Seperti tagline-nya. Namun dengan adanya aura-aura fantasi (meskipun sebenarnya bukan cerita fantasi, tapi saya merasa begitu) dari karakter sampingan yang disebutkan tadi, novel ini jadi lebih berwarna.
Cukup realistis apa yang diangkat dalam novel ini. Ada juga pesan yang coba disampaikan penulis lewat pengalaman kerja Gris, meskipun itu aku yakin nggak mampu aku lakukan kalau ada di posisi dia. :)) Background story setiap karakter pun diceritakan dengan berimbang dan dengan porsi secukupnya.
Kisah ayah Tulip misalnya, singkat namun mampu diceritakan penulis dengan menarik. Kemudian kisah tentang Jan, Wilhelm, dan Kirana. Lagi-lagi aku ingin request untuk membuat novel tentang mereka! :))
Comments
Sedikit menambahkan, aku agak bingung dengan latar tempatnya. Awal mula aku kira di salah satu kota di Prancis, karena para karakter sering sekali datang ke kafe atau restoran yang menjual makanan Prancis dan bernama khas Prancis. Lalu aku berpikir Indonesia, tepatnya Jakarta, namun setelah dibaca lagi rasanya aku ragu. Deskripsi tempatnya seperti benar-benar baru, seperti kota tersendiri yang dibangun penulisnya. Itu pun salah satu yang membuat cerita ini menarik.
Oh ya, sepertinya setiap karakter dalam cerita ini juga dimanfaatkan dengan baik. Contohnya saja Lala, sepupu Tulip yang aku pikir hanya menyumbang kekacauan di rumah, ternyata perannya lebih dari itu meski nggak besar.
Facts
Saat aku menemukan nama asli salah satu karakter, aku teringat sesuatu, “pernah liat dimana, ya?” Daaan, ternyata, dia adalah salah satu tokoh utama di karya Prisca yang lain yang dulu pernah aku baca meski hanya sekilas (maklum pinjam teman, belum selesai udah ditarik). Aku jadi berencana membaca kisahnya di buku itu, mungkin setelah ini aku akan langsung membacanya. :))
Advertisements Share this:“Life is about learning to dance in the rain, not about waiting for the storm to pass.”